me myself, pernikahan

“istri rumahan” adalah suatu kenistaan???

Karena celotehsiboenda ini boenda niatin sbagai kumpulan celoteh2 boenda yg bertebaran, boenda pgn repost 2 celotehan yg lupa dimasukin (thx bwt mba Asty yg udah ngingetin). Ini salah satunya, dibuat saat boenda baru beberapa hari tinggal di Jember

Tuesday, April 7, 2009 at 1:01pm

Ntah aq yg bgitu bodoh,
atw memang tingkat kepekaan akan lingkungan sekitar yg sangat kurang
membuatku membutuhkan waktu hampir 1 tahun untuk dapat memahami satu pelajaran kehidupan
ya, hanya satu

Skedar flashback,
masih segar dalam ingatanku
saat dimana aq memiliki gambaran bahwa seorang wanita itu
‘harus mandiri, tidak tergantung akan laki-laki, memiliki keuangan sendiri dengan posisi mapan dalam berkarier”

Tidak ada sdikitpun gambaran wanita yang menjadi “istri rumahan”
mungkin, malah bisa dibilang, aq termasuk orang2 yg memarginalkan gambaran “istri rumahan” yg tidak memiliki “pekerjaan”
bagiku bisa menjadi semacam kenistaan,

yah…
sbuah knistaan di saat wanita terjebak dalam rutinitas kehidupan rumah tangga, tidak ada privacy, tidak ada penghasilan tetap, tidak ada keahlian yg dapat dibanggakan dan harus tunduk patuh tidak berdaya di “kaki” para pria

But now,..
somehow aq mrasa Allah sedang menempa kedewasaanku
kdewasaan dalam memandang kehidupan
dgn cara yg sbelumna tidak pernah terlintas sedikitpun dalam benakku

Mungkin tempaan itu bermula di saat aq mengalami keguguran
harusna peristiwa yg cukup traumatis tersebut dapat meningkatkan awarenessku
terhadap bahayana caraku dalam memandang kehidupan

Kehilangan anak nyatana tidak membuatku sadar,
hanya berselang kurang dari 4 bulan
kembali Allah memberiku kesempatan
aq hamil untuk kedua kalina
dan kali ini diawali dengan kondisi kehamilan resiko tinggi
yg membuatku harus totally bedrest hampir 2 bulan lamanya
plus kembali harus berjauhan dengan suami

Aq, seorang perempuan yang tidak pernah betah untuk berlama-lama di dalam rumah
yang tidak pernah betah untuk tidak melakukan aktivitas
harus ‘disetrap’ hidup hanya dalam luasan area 2 x 1,6 m
dan pergerakanku pun terbatas

lagi-lagi, hal tersebut tidak membuatku menyadari suatu hal
tiada hari tanpa keluhan
mengeluh dan terus mengeluh
“aq bosen yang…..”

Kesadaran terhadap arti penting dan kedudukan seorang istri kemudian muncul di saat pindah ke kota terbesar ketiga di jawa timur, jember.

Di saat segala sesuatu harus diupayakan sendiri
Di saat segala hal dilakukan sendiri
Tidak ada pembantu, tidak ada sanak saudara

Bahwa ternyata, menjadi seorang ”istri rumahan” bukanlah suatu hal yg nista
dengan menjadi seorang ”istri rumahan” tidak serta merta memunculkan rasa ketergantungan secara sepihak,
dengan menjadi seorang ”istri rumahan” nyatanya memiliki begitu banyak pekerjaan yg membutuhkan banyak spesifikasi keahlian,
yg kmudian membuatku pada akhirna memperoleh begitu banyak pelajaran secara autodidak, dan hal tersebut sangat patut untuk dibanggakan
Belajar arsitektur rumah, belajar fashion design, belajar memasak, belajar untuk menjadi kreatif dalam segala hal *include memadupadankan menu makanan* dan spertina kedepan akan mempelajari hal-hal yg berbau medical

Pertanyaan yg acap kali dilontarkan orang-orang ”sekarang kerja dimana zi?” atau “ezie ngelanjutin kuliah dimana?” pun tidak lagi menjadi suatu hal yang menohok

Meski demikian,
impian untuk melanjutkan sekolah,
impian untuk memperoleh penghasilan tetap ada,
namun bedanya kini tidak lagi membuatku lupa diri

Untuk saat ini cukuplah aq nikmati saat-saat menjadi ”istri rumahan”,
kelak ku yakin akan tiba masa dimana Allah kembali menempa segala kemampuan yg kumiliki dalam atmosfer yg berbeda

Dan penghasilan yg kudapat saat ini?
cukuplah ridho dan pahala dariNya yg kuharapkan